Awalan berita – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan kebijakan kontroversial dengan menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024. Yang memungkinkan organisasi masyarakat keagamaan untuk memperoleh izin tambang mineral dan batu bara (minerba). Langkah ini dilandasi oleh tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumber daya alam secara lebih merata.
Untuk mendukung kebijakan ini, Jokowi juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2024, yang mengubah Perpres 70 Tahun 2023. Tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi. Perpres baru ini menambahkan beberapa pasal baru. Termasuk Pasal 5a, 5b, dan 5c, yang secara spesifik mengatur tentang penawaran dan pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) untuk ormas keagamaan.
“Baca juga: Periode Sulit Tesla, Krisis Keuangan dan Upaya Bangkit Kembali”
Menurut Pasal 5a, ormas keagamaan yang ingin mengelola tambang harus memenuhi sejumlah kriteria ketat. Mereka harus berbadan hukum, terdaftar dalam sistem informasi yang diselenggarakan pemerintah, dan memiliki lingkup kegiatan yang berskala nasional. Selain itu, mereka juga diharuskan memiliki organ yang bertujuan untuk pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan umat.
Pasal 5c menekankan bahwa ormas keagamaan harus memiliki mayoritas saham dalam badan usaha yang mengelola WIUPK. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan kontrol penuh atas pengelolaan sumber daya alam tersebut. Selain itu, WIUPK yang diberikan kepada ormas keagamaan tidak boleh dipindahtangankan tanpa persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kewenangan untuk menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada ormas keagamaan diberikan kepada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia. Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya alam serta penataan investasi di sektor pertambangan.
“Simak juga: Industri Nikel Meningkatkan Keamanan, Implementasi SIMBARA”
kebijakan kontroversial ini tidak hanya menuai kontroversi di kalangan publik dan masyarakat sipil, tetapi juga menghadapi tantangan dalam implementasinya. Pengelolaan yang tepat dan transparansi dalam proses penggunaan sumber daya alam akan menjadi kunci keberhasilan dari kebijakan ini. Selain itu, perlunya pemantauan ketat terhadap dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan tambang yang dijalankan oleh ormas keagamaan menjadi perhatian utama.
Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berharap dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi ormas keagamaan untuk berkontribusi dalam pengelolaan sumber daya alam secara bertanggung jawab. Serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, bagaimana kebijakan ini akan berdampak nyata terhadap ekonomi lokal dan lingkungan hidup. Masih menjadi pertanyaan yang perlu dijawab dalam perjalanan implementasinya.