Hamas Klaim AS Dukung Israel, Pengepungan Gaza Makin Ketat
Awalan Berita – Hamas mengklaim bahwa Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memberikan dukungan kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk menarik diri dari perjanjian gencatan senjata dan memperketat pengepungan Gaza. Tuduhan ini muncul setelah Trump mengeluarkan ancaman keras terhadap Hamas pada Rabu, 5 Maret 2025.
Melalui media sosial, Trump menuntut agar Hamas segera membebaskan semua sandera, termasuk yang telah meninggal. Ia juga memperingatkan bahwa jika sandera tidak segera dibebaskan, “semuanya berakhir bagi Anda” dan mengancam warga Gaza dengan kata-kata, “Mati.” Ancaman ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Pelapor Khusus PBB untuk Wilayah Palestina yang Diduduki, Francesca Albanese. Ia menyebut bahwa pernyataan Trump mendorong hukuman kolektif, yang jelas melanggar hukum internasional.
Menurut laporan Reuters, ancaman Trump muncul di tengah kabar bahwa utusan AS telah melakukan pembicaraan rahasia dengan Hamas. Ini menandai perubahan kebijakan AS yang selama ini menghindari negosiasi dengan Hamas, yang dianggap sebagai kelompok ekstremis. Juru bicara Hamas, Abdel-Latif Al-Qanoua, menyatakan bahwa ancaman Trump justru memperkuat posisi Netanyahu untuk menghindari gencatan senjata dan memperburuk pengepungan Gaza.
Al-Qanoua juga menegaskan bahwa cara terbaik untuk membebaskan sandera Israel yang tersisa adalah dengan melanjutkan fase kedua gencatan senjata dan memaksa Israel mematuhi perjanjian yang telah disepakati. Gencatan senjata Gaza yang mulai berlaku pada Januari 2025 mencakup pembebasan sandera secara bertahap, namun Israel memperketat blokade dan menuntut pembebasan tanpa negosiasi lebih lanjut. Blokade yang semakin ketat ini berisiko menyebabkan kelaparan bagi 2,3 juta penduduk Gaza.
“Baca Juga : Atasi Bibir Pecah-Pecah Saat Puasa, Coba Cara Ini!”
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang dimulai pada 19 Januari 2025 masih berlaku meskipun ketegangan terus tinggi. Sejak saat itu, Hamas telah membebaskan 33 sandera Israel dan lima warga Thailand dari sekitar 2.000 tahanan Palestina. Namun, pihak berwenang Israel memperkirakan bahwa kurang dari setengah dari 59 sandera yang tersisa masih hidup.
Pada Kamis, 6 Maret 2025, serangan udara Israel kembali memicu ketegangan. Militer Israel mengklaim telah menargetkan individu yang diduga menanam bom, yang menyebabkan seorang warga Palestina tewas di Kota Gaza. Sementara itu, Hamas mengklaim memiliki bukti bahwa semua sandera yang masih hidup berada dalam pengawasan mereka. Juru bicara Hamas, Abu Ubaida, memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut dari Israel bisa membahayakan keselamatan sandera.
Di sisi diplomasi, pejabat senior Hamas, Basem Naim, dalam surat terbuka yang dikirim ke media, meminta Presiden AS Donald Trump untuk juga bertemu dengan tahanan Palestina yang telah dibebaskan. Naim menyoroti perlakuan buruk terhadap sekitar 9.500 tahanan Palestina yang ditahan di 23 penjara Israel. Ia menuntut perhatian terhadap kondisi mereka, termasuk penyiksaan.
Mesir dan Qatar saat ini memediasi perundingan antara Hamas dan utusan AS, Adam Boehler. Dalam pembicaraan yang berlangsung di Doha, Hamas menegaskan komitmennya pada gencatan senjata bertahap. Sumber dari Mesir menyebutkan bahwa suasana pembicaraan cukup positif, membuka peluang bagi negosiasi tahap kedua.
Israel dilaporkan ingin memperpanjang gencatan senjata tanpa menyepakati akhir perang. Sebaliknya, Hamas mendesak negosiasi untuk menghentikan pertempuran secara permanen, dengan dukungan dari mediator Mesir untuk rekonstruksi Gaza setelah perang.
“Baca Juga : Sholat Tarawih di Times Square, Tunjukkan Spirit Umat Islam”